20 Oktober 2008

Kecerdasan Emosional

Mungkin diantara kita pernah berpikir tentang rekan kerja kita. Kok... si A yang kepandaiannya biasa-biasa saja malh diangkat jadi Manajer, padalah si B lebih cocok lho... Pendapat tersebut mungkin dilatar-belakangi oleh keahlian si A dalam bidang teknis saja.

Silahkan simak terus tulisan saya selanjutnya....

Salam,
Heri Sulistyo Budi

Tip memilih Echosounder

Seperti halnya GPS receiver, dalam memilih echosounder pun perlu memperhatikan kebutuhan dan persyaratan umum yang telah disepakati bersama. Hal ini penting karena di pasaran banyak terdapat model/tipe yang kesemuanya dapat menampilkan profil perairan.

Selengkapnya, tunggu tulisan saya selanjutnya...

Salam,
Heri Sulistyo Budi

17 Oktober 2008

Tip memilih GPS

GPS, atau singkatan dari Global Positioning System, adalah sistem alat untuk menentukan posisi geografis berbasis satelit navigasi. Sedangkan untuk menentukan posisi geografis tersebut, kita gunakan alat yang dikenal dengan GPS receiver. Saat ini GPS receiver dipasaran terdapat berbagai model/tipe dari berbagai pabrikan juga. Setiap pabrikan ternyata fokus pada aplikasi tertentu, yang secara umum dibagi menjadi: navigasi dan survey.

Dengan banyaknya jenis/model/tipe GPS receiver dipasaran, boleh jadi tidaklah mudah bagi seseorang untuk memilih model/tipe yang sesuai dengan kebutuhannya. Beberapa tip berikut bisa dijadikan pertimbangan:

1) Aplikasi: aplikasi berhubungan dengan tujuan; dan tujuan sangat erat dengan tingkat ketelitian yang disyaratkan dalam indutri survey pemetaan yang diterima secara internasional. Misalnya untuk penetapan titik kontrol (benchmark), bisanya ketelitian yang disyaratkan adalah dalam milimeter atau centimeter. GPS receiver yang mampu mencapai ketelitian tersebut adalah tipe survey grade, dual frequency.

2) Cara penyimpanan data. Tidak semua GPS receiver didesain dapat menyimpan data di dalam alat. Receiver yang dapat menyimpan data dilengkapi dengan internal memory atau memori yang dapat ditambahkan, semisal compact flash. Tetapi tidak semua aplikasi memerlukan penyimpanan data di dalam memori receiver, karena boleh jadi datanya disimpan di komputer, misalnya pada aplikasi survey pemetaan batimetik.

3) Data input. Teknik penentuan posisi secara real-time dalam survey pemetaan yang banyak digunakan adalah DGPS dan RTK. Bila aplikasi ini yang dipilih, maka receiver tersebut harus mempunyai fasilitas dapat menerima signal DGPS dan/atau RTK. Tidak semua receiver didesain untuk aplikasi semacam ini, misalnya tipe hand-held dari merek tertentu.

4) Data output. Hampir semua alat survey kini didesain memiliki data digital. Tinggal permasalahannya, apakah data digital dalam receiver dapat dikeluarkan untuk keperluan tertentu apa tidak. Untuk menunjang kegiatan survey pemetaan, diperlukan receiver yang dapat dihubungkan dengan komputer, yang biasanya menggunakan standar format protocol NMEA.

5) Jumlah kanal. Jumlah kanal (channel) menunjukan berapa jumlah satelit yang dapat diterima dalam satu waktu. Receiver yang ada dipasaran saat ini mempunyai kanal minimal 12 kanal; semakin banyak akan semakin mampu menerima jumlah satelit, yang pada akhirnya dapat memberikan tingkat ketelitian posisi yang baik. Merek tertentu bahkan memiliki jumlah kanal hingga 72 kanal.

6) Kemampuan update data. Update data dan posisi paling lambat biasanya setiap 1 detik (1 hz). Agar dapat diperoleh data lebih rapat untuk menyesuaikan kecepatan wahana survey (misalnya pesawat pada pemetaan udara), kini beberapa merek receiver mampu update data hingga 20 kali per detik (20 hz).

Kombinasi kemampuan tersebut diatas menyebabkan harga GPS receiver sangat bervariasi mulai dari Rp. 2 juta hingga Rp. 200 juta. Kita jangan terkecoh dengan harga murah karena dipastikan yang murah tidak akan mampu untuk aplikasi survey yang menuntut ketelitian tinggi.

Salam,
Heri Sulistyo Budi

15 Oktober 2008

Skala vs Interval Lajur Survey

Mungkin ada dalam benak kita bahwa apabila skala survey 1:1000 misalnya, maka interval lajur survei maksimum 10m; atau apabila interval lajur survei 10m, maka skala survei 1:1000. Batasan-batasan tersebut sering kita lihat dalam spesifikasi teknis pekerjaan survei, tetapi sebenarnya manakah yang sebenarnya menentukan. Apakah skala menentukan interval lajur-lajur survei atau sebaliknya...?.

Skala berarti berkaitan dengan peta, yaitu gambaran sebagian atau keseluruhan permukaan bumi dalam bidang datar atau bidang peta. Atau skala berarti adalah perbandingan antara satuan diatas bidang peta dengan ukuran sebenarnya di permukaan bumi. Misalnya peta skala 1:1000, berarti 1 cm di atas peta, ukuran sebenarnya di permukaan bumi adalah 1000 cm (atau 10m).

Karena peta adalah gambaran dari permukaan bumi, maka peta yang ideal harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Ketelitianya: artinya dalam proses pembuatan peta harus memenuhi tingkat ketelitian sesuai dengan kebutuhan. Misalnya peta-peta untuk keperluan pekerjaan rekayasa, tingkat ketelitiannya lebih baik dari 1m atau bahkan 10cm. Hal ini dapat dicapai hanya apabila peralatan yang digunakan dan metode yang dipilih mampu untuk mencapai ketelitian tersebut;

2. Kenyataanya: artinya apa yang ada dipermukaan bumi dapat "digambarkan" di atas peta. Apabila ada sungai, maka diatas peta juga harus ada sungai. Pernyataan ini mungkin terasa ganjil, tetapi dari beberapa pengalaman obyek-obyek yang seharusnya ada tetapi tidak tergambar. Salah satu penyebabnya adalah pemilihan metode survei yang kurang tepat;

3. Kelengkapanya: artinya obyek atau detail yang ada dipermukaan bumi dapat digambarkan dengan lengkap di atas peta. Mungkin saja obyek-obyek penting telah dipetakan, namun tahap pengolahan data dan penggambaran tidak dilakukan dengan baik sehingga luput tergambar diatas peta. Hal ini sangat dimungkinkan karena di beberapa institusi/lembaga, tim pengolah data adalah orang yang berbeda dengan tim pengumpul data.

Agar ketiga syarat diatas dapat dipenuhi, interval lajur-lajur survey haruslah dijalankan dengan interval serapat mungkin, khususnya apabila menggunakan alat perum-gema single-beam, agar tidak terdapat kekosongan data atas obyek-obyek penting (misalnya adanya kedangkalan di dasarlaut yang berubah mendadak-pinacle rock).

Jenis dasarlaut juga menjadi pertimbangan dalam menetapkan interval lajur survey. Dasarlaut lumpur atau pasir, secara alamiah biasanya tidak terdapat tonjolan-tonjolan yang mendadak, sehingga interval lajur survei dapat dipilih lebih lebar dibandingkan dengan dasarlaut banyak karang/batu.

Dengan adanya alat perum-gema multibeam dan side scan sonar, maka isu mengenai interval lajur sudah dapat dikurangi. Pada pengoperasian multibeam, yang lebih menentukan interval lajur-lajur survei justru kedalaman air, dan bukan jenis dasarlaut. Semakin dalam airnya, semakin lebar interval lajur surveynya - secara umum interval lajur survei multibeam 2-5 kali kedalaman air.

Salam,
Heri Sulistyo Budi

14 Oktober 2008

ES, SBP dan Sonar Scanning

Untuk berbagai kegiatan di laut, informasi mengenai laut, termasuk dasar laut sangat dibutuhkan. Informasi yang umumnya diperlukan adalah kedalaman air, perlapisan dibawah dasar laut, kenampakan dasar laut, karakter pasangsurut, arus dan gelombang, dan mungkin ada beberapa lagi sesuai dengan kebutuhan.

Kedalaman air diperoleh dengan melakukan pengukuran menggunakan alat perum-gema (echosounder), apakah itu single-beam, multi-beam, single frequency atau dual-frequency. Pemilihan model/tipe sangat dipengaruhi oleh tujuan pekerjaan, kedalaman air dan ketelitian yang diharapkan.

Perlapisan dasar laut (subbottom profile) dapat diperoleh menggunakan alat subbottom profiler. Agar diperoleh tingkat ketelitian tinggi dengan resolusi tinggi pula, sekarang digunakan tipe/model yang disebut dengan Parametric Subbottom Profiler, atau disebut pula Non-linier Subbottom Profiler. Alat ini mempunyai beam-angle hanya 1,7 derajat dan ping-rate mencapai 30 ping per detik, sehingga mampu mendeteksi benda yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan model linear, misalnya.

Infomasi yang juga diperlukan adalah kenampakan dasar laut (seabed features), yaitu informasi keberadaan benda-benda yang berada di dasar laut, termasuk jenis dasar lautnya, misalnya pasir, lumpur, dan sebagainya. Untuk area yang luas dan terbuka, kenampakan dasar laut dapat diperoleh dengan cara menjalankan lajur-lajur side scan sonar. Namun bagaimana dengan area yang kecil bahkan tidak meungkin menjalankan lajur-lajur, misalnya di area anjungan minyak yang sempit, sekitar dermaga, dan sebagainya.... Di area yang demikian dapat digunakan Sonar Scanning, dimana sensornya digantung dari kapal/ponton, atau diletakan di dasar laut menggunakan kaki-tiga (tripod). Alat ini dapat memberikan sonar image hingga jarak 200m dari sensor, dan dapat diperbesar hingga misalnya 30m sehingga obyeknya menjadi sangat jelas. Salah satu aplikasi yang sering digunakan adalah pada pekerjaan konstruksi, misalnya memantau posisi penyelam.

Salam,
Heri Sulistyo Budi

13 Oktober 2008

Multibeam echosounder

Echosounder, atau perum-gema, adalah alat untuk mengukur kedalaman air. Alat ini mampu mengukur kedalaman mulai dari 1m hingga lebih dari 11.000m. Kemampuan mengukur kedalaman utamannya ditentukan oleh frekwensi yang digunakan. Agar alat ini mampu mengukur kedalaman lebih besar, maka harus dipilih frekwensi yang lebih rendah, namun frekuensi rendah menghasilkan tingkat resolusi dan akurasi yang lebih rendah pula. Itulah sebabnya mengapa perlu memilih frekwensi yang sesuai dengan cakupan kedalaman area yang akan disurvei. Frekuensi rendah juga harus menggunakan transduser dengan ukuran yang lebih besar sehingga tidak memungkinkan dipasang di perahu, misalnya.

Standar frekwensi yang digunakan untuk echosounder dengan aplikasi survei teliti biasanya adalah 200kHz. 210kHz, 100kHz, 33kHz, 24kHz dan 12kHz. Frekwensi tinggi (misal 200kHz) memerlukan transducer dengan diameter hanya 10cm saja, sehingga sangat mudah dibawa dan dapat dioperasikan menggunakan perahu sampang sekalipun. Tabel berikut adalah memberikan gambaran hubungan antara frekuensi, kedalaman yang mampu diukur, dan luas sapuan (swath). Misal model EM3002, bekerja pada frekuensi 300kHz, dapat mengukur kedalaman mulai dari 0.5m sampai 200m. Misal kedalaman air yang disurvey 25m, maka dalam setiap lajur survei yang dijalankan, akan tercakup luasan area maksimum 4xD atau 4 x 25m = 100m (50m ke kiri dan 50m ke kanan).

Model Frequency Min/max depths Max swath width
EM 3002 300 kHz 0.5-200 m 4xD/200 m
EM 3002D 300 kHz 0.5-200 m 10xD/250 m
EM 3001 300 kHz 0.5-200 m 4xD/200 m

EM 2000-120 200 kHz 1-300 m 3.6xD/300 m
EM 2000-150 200 kHz 1-300 m 7.5xD/300 m

EM 710RD 70-100 kHz 3-600 m 5.5xD/800 m
EM 710S 70-100 kHz 3-1000 m 5.5xD/1900 m
EM 710 70-100 kHz 3/-2000 m 5.5xD/2500 m

EM 302 30 kHz 10-7000 m 5.5xD/10 km
EM 122 12 kHz 20-11000 m 5.5xD/35 km

GeoSwath Plus 125, 250 & 500 kHz 0.5 - 200 m 12xD/780 m

Karena beam dipancarkan tidak tegak-lurus, maka ketelitian data kedalaman yang diukur sangat tergantung pada stabilitas wahana yang digunakan (kapal). Dalam prakteknya, kapal sangat dipengaruhi oleh gelombang, sehingga dalam menjalankan lajur-lajur survey menggunakan alat multibeam mutlak diperlukan alat tambahan untuk mengeliminir pengaruh gelombang.

Demikian dulu....

Salam,
Heri Sulistyo Budi